Senin, 12 Maret 2012

Wayang Semar


Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sansekerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa.
Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang Baratayuda menurut versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.
Di kalangan spiritual Jawa, tokoh Wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang Ke-Esa-an Allah SWT,yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak dari jaman prasejarah adalah Relegius dan ber ke-Tuhan-an Yang Maha Esa.

Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut "Badranaya" :
• Bebadra = Membangun sarana dari dasar
• Naya = Nayaka = Utusan mangrasul

Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi
kesejahteraan manusia.

* Javanologi : Semar = Haseming samar-samar
* Harafiah : Sang Penuntun Makna Kehidupan

Tokoh Wayang Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan
kirinya kebelakang. Maknanya : "Sebagai pribadi tokoh Semar hendak mengatakan
simbul Sang Maha Tunggal". Sedang tangan kirinya bermakna "berserah total dan
mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik".

Domisili Semar adalah sebagai Lurah Karangdempel / (karang = gersang) dempel =
keteguhan jiwa.

Rambut Semar "kuncung" (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak
mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Illahi.

Semar berjalan menghadap keatas maknanya : "dalam perjalanan anak manusia
perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (Sang Khaliq ), yang maha pengasih serta penyayang umat".

Kain Tokoh Wayang Semar adalah Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia), agar memayuhayuning bawono : menegakan keadilan dan kebenaran di bumi.

Ciri-ciri sosok Tokoh Wayang Semar adalah :
• Semar berkuncung seperti kanak-kanak, namun juga berwajah sangat tua
• Semar tertawanya selalu diakhiri nada tangisan
• Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
• Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
• Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya

Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan
yang  Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya
kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah Jawa.

Dari Tokoh Wayang Semar ini akan dapat dikupas, dimengerti dan dihayati sampai
dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa .

Semar (pralambang ngelmu gaib) - kasampurnaning pati.

Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika
artinya "merdekanya jiwa dan sukma", maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh
hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai
oleh dosa.

Manusia Jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing
kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : "dalam menguji
budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan
hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar